Sabtu, 13 Februari 2010

lanjutan novell gue neehhhh

hahahha penasaran yuaaaaa,,,huhuhuh kaciaaannnn yg nungguin novelna heheheh

nih gue kasih BAB ATU,,

BAB I

Kabut masih menyelimuti kota Bandung pagi itu. Suasana yang cukup dingin dan menyenangkan untuk tidur. Namun tidak bagi remaja yang bernama Shandy. Ia tidak seperti remaja-remaja sekarang ini umumnya. Gadis ini tidak pernah mau tidur lagi selepas shalat subuh. Dia lebih memilih olahraga pagi daripada meringkuk dibalik selimut. Tubuhnya yang langsing, kulitnya yang kuning langsat dan rambutnya yang terurai panjang dan terikat bak model majalah-majalah dan jadi idaman setiap cowok yang mau punya cewek sempurna dalam hal fisik. Layaknya seorang model, gadis asli Semarang ini sepertinya tak perlu merasa resah mengenakan pakaian model apapun. Bahkan kaos oblong dan celana training sederhan yang dikenakannya sekarang pun sepertinya tetap membuatnya cantik. Gadis bernama lengkap Arlieta Reishandy ini sudah dua tahun tinggal di Bandung untuk kuliah. Ia tinggal di sebuah komplek perumahan yang asri dan sejuk. Menurutnya, tempat tinggalnya saat ini tidak seperti komplek, malah seperti perkampungan biasanya karena tempatnya yang hijau dan banyak pepohonan. Tidak seperti tempat tinggalnya yang asli di Jakarta penuh dengan polusi dan sangat panas.
Shandy keliling komplek sejak jam lima pagi. Sampai saat ini jam sudah menunjukkan pukul delapan. Orang-orang sudah mulai lalu lalang beraktifitas pagi ini. Shandy terlihat sedang menyapa ibu-ibu yang sedang berkumpul tepat di depan abang-abang tukang sayur langganan mereka.
“Pagi Shandy, wah habis lari pagi ya, Nak?” tanya seorang ibu yang mengenakan daster berwarna abu-abu.
“Iya,Bu” jawab Shandy sambil menyunggingkan senyumnya.
“Nak Shandy, kalo mau makan ke rumah ibu aja yah. Ibu hari ini mau masak enak lho,” sambung ibu lain yang mengenakan daster merah.
“Tenang aja,Bu. Beres kalo itu, hehehehe” ucap Shndy sambil tertawa kecil. Ibu-ibu yang lain pun ikut tertawa. Ya begitulah keadaan komplek Paguyuban tiap paginya. Apalagi, setelah Shandy kuliah di Bandung dan tinggal di komplek ini, tidak sedikit orang yang menyukainya. Dari kalangan anak-anak sampai kakek-kakek pun mengenal Shandy. Shandy juga menyukai mereka. Meskipun bukan asli Bandung, Shandy mengakui kalau sesungguhnya orang-orang Bandung sangat ramah. Sakinng ramahnya, Shandy yang tinggal sendiri selalu ditawari bantuan berupa barang dan jasa, meskipun terkadang Shandy tidak enak menerimanya.
Usai lari pagi, ia kembali ke rumah dan mempersiapkan diri berangkat ke kampus. Kampus itu tidak begitu jauh dari rumah singgahnya yang sekarang. Awalnya Shandy tidak menyukai kuliah di kanpus ini, karena ia harus mengambil jurusan Psikologi yang tidak diminatinya. Tapi ia tidak mau mengecewakan mamanya yang sangat menginginkan ia masuk jurusan Psikologi. Alhasil, jadilah ia sekarang mahasisiwi psikologi yang sudah menginjak semester empat.

☻☻☻

Shandy menaiki anak tangga satu persatu menuju lantai tiga. Dengan bawaan buku yang cukup banyak karena dia harus presentasi tugas hari ini. Saat berjalan menuju kelas, ada seseorang yang memamnggilnya yang tak lain adalah sahabatnya sendiri.
“Ndy!” seru Tania sambil berlari kecil menghampiri Shandy. Shandy hanya menoleh dan memperlihatkan senyumnya.
“Ndy, lo tau ga, hari ini gila banget. Gila dh pokoknya, Hhh..Hh..” ucap Tania ngos-ngosan. Shandy Cuma bisa mengerutkan keningnya. “Ah, udah kita masuk dulu yuk, ntar gue ceritain selesai kita presentasi,” ucapnya lagi sambil menarik tangan Shandy menuju kelas.
Tania adalah sahabat Shandy sejak masuk universitas. Cewek bernama lengkap Ristania Ananda Subrata adalah anak seorang pengusaha kaya di Jakarta juga di Bandung. Cewek asli Bandung ini, tak kalah cantik dengan Shandy. Bahakan bisa dibilang ia lebih cantik daripada Shandy. Tak heran seluruh mahasiswa kampus X mengenalnya. Kalau ditanya kenapa kenal, bisa dipastikan karena Tania anak orang kaya yang terhormat. Apalagi ayahnya sering sekali memberi bantuan dana beasiswa di universitas X dan jakarta lainnya. Namun hal itu nggak bikin Tania besar kepala. Ia mau berteman dengan siapa saja termasuk dengan Shandy yang dari kalangan biasa-biasa saja. Itulah mengapa Shandy senang sekali berteman dengan Tania. Meskipun terkadang Shandy nggak tahan dengan sikap Tania yang cerewetnya minta ampun dan kelakuannya yang selalu dibikin ribet, makanya dia selau dijuluki Tania si Miss Ribet.
Dosen memasuki ruangan kelas. Semua mahasiswa terlihat tertib dan beberapa anak termasuk Shandy dan Tania maju ke depan kelas untuk melaukan presentasi makalah mata kuliah Psikologi perkembangan. Presentasi berlangsung cukup lama karena banyak materi yang harus dijelaskan. Belum lagi ada yang ingin bertanya kepada kelompok penyaji materi. Shandy sebagai ketua kelompok, ia mempersiapkan sepenuhnya materi. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pun telah dijawab dengan baik olehnya sampai dosen pun ikut manggut-manggut dengan jawaban yang diucap Shandy. Presentasi pun akhirna selesai, dan seluruh mahasiswa berhambur ke luar kelas kecuali Shandy dan Tania yang masih berada di dalam kelas. Shandy masih sibuk membereskan laptopnya sedangkan Tania mendekati Shandy sambil terus mengoceh.
“Pokoknya lo harus tau Ndy,” kata Tania semangat.
“Tau apaan sih,lo kayaknya ribet banget dari tadi,” kata Shandy masih sibuk dengan peralatan presentasinya.
“Aduh, Shandy sayang, gue kan emang dijuluki Miss Ribet” kata Tania sambil kipas-kipas. Dasar Tania, dibilang cewek ribet kok bangga. Melihat sikap sahabatnya yang begitu, Shandy Cuma bisa geleng-geleng kepala.
“Emang berita apa sih yang mo lo kasih tau ke gue ?” tanya Shandy penasaran.
Tania pun langsung semangat mendengar pertanyaan Shandy tadi dan ia langsung menarik kursi dan duduk menghadap Shandy.
“Ndy, lo tau kak Jo?”
Shandy berpikir sejenak. “Jo yang mana?”
“Aduh, itu lho yang atlet kampus kita, semester enam say, idaman lo itu”
“Maksud lo....hmm kak Jonathan ?”
“Nah itu, dari tadi kek lama banget loadingnya kayak celeron”
“Sialan lo”
“hihihihi..”
“Ketawa lagi, ya udah terus kenapa sama dia?”
“Dia ditangkep polisi tadi pagi,”
“Hah?”
☻☻☻

Shandy berjalan dengan gontai menuju halaman rumahnya. Ia masih nggak percaya apa yang diucapkan Tania di kampus tadi. Kak Jo yang selama ini ia suka, yang selama ini ia kagumi ternyata jadi buronan polisi dan akhirnya tertangkap dengan alasan yang cukup mengerikan, karena Kak Jo diduga pasti pembantu persiapan kegiatan teroris. Shandy sempat tidak percaya hal itu, karena selama ini Kak Jo orang yang baik kepada siapa saja. Tapi kenapa ia bisa berbohong? Kenapa ia mau membantu teroris-teroris itu? Kenapa dia bisa bersikap biasa-biasa saja padahal dia seorang buronan? Kenapa, kenapa, kenapa?
Berbagai pertanyaan mulai muncul dan terus berkecamuk dalam benaknya. Mungkin karena ada kata TERORIS yang membuat ia jadi bertanya-tanya. Semula ia mengira Tania akan bilang kalau Kak Jo ditangkap karena kasus narkoba atau penyelundupan uang, namun ia begitu shock karena Kak Jo juga terlibat dalam jaringan teroris. Bukan hanya itu, kabarnya Kak Jo juga terlibat dalam pengeboman sebuah hotel di Jakarta lima bulan yang lalu. Namun tiba-tiba, hati Shandy berubah jadi amarah. Ia sangat membenci Kak Jo. Kak Jo bukan hanya pembohong melainkan pembunuh. Karena saat peristiwa pengeboman itu, pamannya menjadi korban dan meninggal dunia. Shandy memandangi fotonya bersama Kak Jo. Foto itu dibuat saat ada festival Japan di kampusnya sebulan yang lalu. Wajah kak Jo yang begitu tulus, kini dalam pandangannya berubah menjadi kak Jo si pembunuh berdarah dingin. Ia lekas mengambil foto itu dan membantingnya ke lantai sampai bingkainya pecah.
“Aku benci kamu kak!”seru Shandy kesal. Tak terasa air mata kini menjatuhi kedua belah pipinya. Hatinya sangat sakit dan terluka.

Shandy tertidur cukup lama setelah tadi puas mengungkapakan emosinya karena kak Jo. Begitu bangun, Shandy tak ingin membayangkan orang yang bernama Jonathan Rangelvan itu. Shandy segera berlalu ke kuar rumah untuk membeli makanan. Perutnya sudah sejak tadi minta diisi. Baru kali ini ia merasakan panas di perutnya karena telat makan. Shandy menuju ke arah warung makan khas padang yang tak jauh dari rumahnya. Setelah membeli makanan, ia beranjak menuju wartel. Ia ingin menelepon seseorang.
“Halo,” sapa suara di seberang telepon.
“Halo Ma, ini Shandy”
“Shandy? Ya ampun sayang mama tuh dari kemarin nunggu telpon dari kamu, tapi kamu ga telepon-telepon, trus baru aja mama telepon ke hape kamu nggak diangkat. Trus..,”
“Iya Ma, ini sekarang Shandy udah telepon kan?” potong Shandy. Ia tahu kalau mamanya sangat khawatir dengan keadaannya. Sampai-sampai mamanya nyerocos terus di telepon.
“Shandy, mama kangen banget sama kamu sayang, kapan kamu pulang?” ucap mamanya dengan nada penuh harap.
“Insya Allah bulan depan,Ma. Soalnya kan aku belumlibur UAS,Ma. Nggak apa-apa kan Ma?”
“Iya sayang, nggak apa-apa kok. Yang penting bagi Mama kamu inget rumah,”
“Pasti dong,Ma. Aku juga kangen sama masakan buatan mama. Oya Ma, gimana kabar kak Rei?”
“Rei baik-baik aja. Akhir-akhir ni pulangnya malam terus. Kayaknya bulan ini kakak kamu sering lembur deh,”
“Oh gitu, Mama sendiri sehat kan?”
“Sehat kok, kamu nggak mau nanyain papa?”
Deg.....Nggak tau kenapa Shandy paling males kalo mamanya sedang membahas papanya. Jujur, sebenanya Shandy kuliah di Bandung supaya bisa jauh dari papanya. Alasan yang Jahat memang. Tapi Shandy masih kesal dengan papanya lantaran hubungannya dengan Toni kandas di tengah jalan. Itu terjadi karena papanya terlalu ikut campur hubungannya dengan Toni. Akhirnya Shandy terpaksa berpisah dengan Toni dan memutuskan kuliah di Bandung. Padahal untuk kuliah jurusan psikologi saja ia tidak perlu jauh-jauh ke Bandung. Namun ia sudah terlanjur kesal dengan papanya. Ia memutuskan untuk menjauh dari papanya dan juga melupakan Toni.sedangkan Toni sendirir Shandy juga tidak ahu ia dimana saat ini dan bagaimana keadaannya, karena sejak saat itu Toni sepertinya sangat kesal dan tak mau lagi berhubungan dengan Shandy. Jangankan ketemu, kasih kabar pun tidak, malah nomor handphonenya tidak bisa dihubungi lagi. Entah kemana menghilangnya sang pujaan hati itu.
“Ng...oya papa gimana, se..sehat kan?
“Iya, papa kamu sehat sayang. Kamu kenapa kok nanyain papa gugup begitu. Kamu..masih belum bisa maafin papa kamu ya?” ucap mamanya kecewa.
“Ah..ng..nggak kok Ma. Aku disini juga kangen sama papa. Masalah dulu aku udah lupain kok Ma. Bilang sama papa ya Ma, Aku....sayang banget sama papa” bohong Shandy.
“Iya, nanti mama sampein sama papa”
“Udah dulu ya Ma.Assalammu’alaikum”
“Wa’alaikum salam”
Shandy menutup telepon dan membayar sejumlah uang kepada kasir wartel. Sepanjang jalan menuju rumah, ia masih memikirkan perkataannya kepada mamanya. ‘Apa benerr aku kangen papa?kok tadi aku ngomong gitu ya?’ tanyanya dalam hati.
☻☻☻

Seperti biasanya, pagi ini Shandy lari pagi keliling komplek. Olahraga membuatnya melupakan sejenak kepenatan yang ada dan menjadi lebih rileks. Ia juga tak lupa menyapa orang-orang komplek termasuk tetangga dekatnya Pak Ilham, Bu Ilham dan anaknya ,Tasya. Shandy suka bermain dengan Tasya. Anak kelas 3 SD itu sangat senang dekat dengan Shandy. Ia sering main ke rumah Shandy sambil membawa bonekanya. Bahkan suka menginap di rumah Shandy. Tak lain halnya dengan Tasya, Pak Ilham dan Bu ilham sudah akrab dengan Shandy sejak Shandy pindah kesini. Ibu Ilham sering sekali membawakan makanan untuk Shandy. Mungkin Bu Ilham sedikit tak tega melihat Shandy yang sibuk kuliah dan belum lagi harus masak sendiri. Sedangkan Pak Ilham pernah membantunya membayarkan uang bulanan rumahnya sewaktu uang Shandy hilang karena kecopetan. Shandy sempat mengganti uang Pak Ilham, tapi Pak Ilham menolak dengan halus. Sampai kapanpun Shandy tak kan pernah melupakan kebaikan mereka.
Usai olahraga pagi, Shandy kembali ke rumah dan bersiap menuju kampus Kampus hari ini terlihat sepi. Agak aneh sebenarnya. Tidak biasanya seperti ini. Padahal hari ini bukan hari jum’at dimana Cuma beberapa kelas saja yang jadwalnya masuk kuliah. ‘Apa mungkin karena berita kemarin?’. Shandy berjalan menuju kelas Antropologi, masih dipenuhi pikiran tentang hal tadi. Dalam kelas pun belum banyak teman-temannya yang datang. Padahal lima menit lagi mata kuliah sudah harus dimulai. Ia Cuma melihat Shanty, Vivi, Roy dan sahabatnya Tania.
“Hai Ndy,” sapa Tania.
“Hai,” balas Shandy pendek.
“Ndy, lo murung banget deh,” tebak Tania.
“Hah, ah..masa sih. Biasa aja,” kata
“Jangan boong, lo masih kepikiran......”
“Udah nggak usah dilanjutin. Gue lagi males gosip nih,”
“Yee, dasar odonk. Sapa juga yang mau gosip. Dasar celeron,”
“Enak aja lo, combro!”
“Lo tadi bilang apa?” tanya Tania cemberut.
“Combro. C-O-M-B-R-O, gelar baru buat lo”
“Sialan!”
“Hahahahahahahahah” Shandy tertawa ngakak. Sejenak ia lupa apa yang sempat dipikirkannya hari ini
Beberapa saat kemudian dosen mata kuliah antropologi masuk ke dalam kelas begitu juga dengan beberapa mahasiswa yang lainnya, sehingga kelas yang tadinya sepi kini mulai ramai lagi seperti biasanya. Shandy kelihatan serius dengan mata kuliah ini. Ia sangat menyukai mata kuliah ini. Bukan karena Pak Jay yang menjadi dosen antropologi (karena pak Jay itu ganteng abis lho), tapi karena ia memang menyukai mata kuliah ini. Beda dengan Tania dan mahasiswi lainnya. Sejak Pak Jay datang dosen baru di kampus mereka, Pak Jay jadi incaran banyak wanita. Wajahnya yang tampan ala Christiano Ronaldo dan tubuhnya tegap ala tentara menjadi banyak idaman banyak cewek-cewek di kampus Shandy. Bahkan juga dosen-dosen cewek yang jomblo ikut unjuk gigi tak mau kalah mendekati Pak Jay. Pak Jay sendiri merasa risih diperlakukan seperti itu. Pernah suatu kali Pak Jay mengajak calon tunangannya ke kampus. Semua cewek melihat dengan pandangan terpana dan mulut menganga. Agak lebay sih, tapi memang itu kenyataannya. Siapa yang menyangka Pak Jay yang ganteng itu punya pacar nan alim dan biasa-biasa saja. Tania pun saat itu langsung sebal melihatnya. Tapi nggak berapa lama setelah kejadian itu, Tania dan cewek lainnya masih aja ngejar-ngejar Pak Jay. Tania bilang,”sebelum janur kuning berubah jadi item, gue nggak akan pernah nyerah, hahahaha”.”Eh cowok lo gimana? Kata Shandy. “Nggak apa-apa, kan dia jauuuuuuuuuuuuuuuh banget hehe” jawabnya masih saja melucu. “Kualat lo ntar,hahaha” ejek Shandy. Dibilang gitu bukannya marah Tania malah makin semangat. Dasar Tania, ada aja perkataannya yang membuat Shandy senyum-senyum kalo mengingatnya.

Mata kuliah Antropologi selesai, Shandy masih terpaku di tempat duduknya sambil mengaduk-aduk isi tasnya.
“Kenapa Ndy?” tanya Tania.
“Ini nih, kok kartu mahasiswa gue ga ada ya?” kata Shandy masih terus sibuk mengaduk-aduk isi tasnya.
“Kok bisa? Emang lo naronya dimana say?” tanya Tania heran.
“Ya gue taro di dompet Tan, tapi kok ga da ya?”
“Lo lupa kali naronya, bukan di dompet. Coba deh lo inget-inget lagi,”
Shandy pun berusaha mengingat dimana Kartu mahasiswa miliknya itu menghilang. Ternyata ia baru ingat kalau tadi sebelum ke kampus ia sempat mampir ke ATM yang tak jauh dari kampusnya.
“Ah iya Tan, gue inget!” ucap Shandy sambil menepuk jidatnya.
“Oh ya? Dimana?”
“Di ATM, tadi gue habis ngambil duit di ATM. Gue tadi naro tu kartu bareng sama ATM gue. Mungkin pas nyabut ATM, Kartu mahasiswa gue ikut jatuh, gitu mungkin”
“Ya udah, sekarang kita kesana aja Ndy,”
“Ya udah, yuk!”
Shandy dan Tania langsung menuju tempat yang dimaksud. Tiba disana, Shandy tak melihat kartu mahasiswanya tergeletak di dalam ATM ataupun di sekitar ATM tersebut.
“Aduh kok gak ada sih!” Sebal Shandy sambil berkacak pinggang.
“Lo yakin ga sih jatuhnya disini?” tanya Tania yang ikut bantu mencari.
“Yakin Tan, coz tadi waktu gw lagi naek angkot masih ada tu kartu. Kartunya mau gue pake buat perpanjang beasiswa gue Tan,” ucap Shandy yang masih bongkok-bongkok mencari.
“Ndy, kayaknya kita terlalu bego deh kalo nyari kayak gini”
“Maksud lo?”
“Kalo ada orang baek yang nemuin kartu lo, dia pasti bisa ngehubungin lo”
“Iya juga ya, tapi kalo dia orang nggak bener gimana?” kata Shandy khawatir.
“Itu sih derita lo,” ledek Tania.
“Damn it!” kata Shandy sebal sambil ngeloyor pergi.
“1-1, Ndy, hehehehe”


Shandy duduk di teras rumah sambil melamun. Pikirannya masih ruwet memikirkan Kartu Mahasiswa miliknya yang hilang entah dimana. Karena kartu itu sangat berguna baginya dan nanti. Untuk beasiswa, skripsi, kuliah kerja nyata dan sebagainya. Selama ia belum lulus kuliah, kartu itu masih sangat berguna.Padahal dia baru saja mau memperpanjang beasiswa, tapi kartu mahasiswanya malah hilang. ‘Huft, nasib, nasib’ ucapnya dalam hati sambil mengelus-elus dadanya. Tetapi tiba-tiba saja handphonenya berbunyi. Nomor tak dikenal terpampang di layar hapenya. Meski begitu Shandy tetap menjawabnya.
“Halo,”
“Halo, benar ini nomor Arlieta Reishandy?” sapa suara seorang cowok di seberang telepon.
“Oh iya benar, ada apa ya ?”
“Maaf , saya nemuin kartu mahasiswa kamu di ATM dekat kampus X kemarin. Karena kebetulan ada nomer teleponnya jadi saya hubungi kamu,”
“Alhamdulillah, duh makasih ya. Saya nyariin soalnya dari kemarin, saya sampai panik banget” kata Shandy bersyukur.
“Iya, saya juga yakin pemiliknya pasti memerlukan banget”
“trus sekarang kamu dimana, biar saya yang ke tempat anda mengambil kartu saya”
“Oh, nggak usah. Lebih baik saya yang ke tempat kamu, kebetulan saya sedang menuju tempat kamu sekarang setelah tadi saya melihat alamatnya di kartu anda,”
“Oh gitu, sekali lagi terima kasih banyak ya ,”
“Sama-sama”
Telepon ditutup, Shandy langsung tersenyum sumringah. Bener kata Tania, kartu mahasiswanya pasti dikembalikan kalo ada yang menemukan. Toh emang Cuma kartu mahasiswa yang jatuh dan Cuma bermanfaat buat identitas, nggak seperti ATM yang bisa gawat kalo jatuh disembarang tempat. Shandy mengirim pesan pendek kepada Tania, mengabarkan kalo kartunya sudah ketemu.
☻☻☻





wew panjang yuaaaa

ya udah selamat membaca aja klo kagak puyeng mahh

Tidak ada komentar: